Perang Diponegoro terjadi di daerah jawa tengah dan timur yang dipimpin oleh seorang anak selir Sultan Hamengkubuwono III yaitu Pangeran Diponegoro.
1. Sebab umum.
Terjadi banyak kemerosotan dalam bidang kehidupan di sekitar kesultanan Mataram.
- Daerah pesisir di utara Jawa diambil alih oleh Belanda.
- Makin menyempitnya wilayah kerajaan dan kekuasaannya pula.
- Adanya perpecahan di kalangan keluarga Mataram sehingga melemahkan kerajaan dan memperkuat Belanda.
- Merosotnya martabat kerajaan sebagai akibat campur tangan Belanda dalam urusan pemerintahan.
- Adanya kebiasaan minum minuman keras di kalangan bangsawan dan rakyat sehingga menimbulkan kekhawatiran umat.
- Rakyat semakin berat bebannya setelah Kerajaan mengizinkan sewa tanah kepada perusahaan-perusahaan asing.
- Ketikpuasan para bangsawan pada keputusan gubernur jenderal karena tidak boleh menyewakan tanah mereka kepada pengusaha swasta.
2. Sebab Khusus.
Kemarahan Pangeran Diponegoro ketika Belanda memasang patok jalan kereta api yang akan melewati tanah makam leluhurnya di Tegal Rejo yang tanpa seizin Pangeran Diponegoro.
3. Strategi Perang.
Dari pihak Pangeran Diponegoro, beliau menggunakan tehnik perang gerilya yang tiba-tiba menyerang pasukan Belanda kemudian menghilang. Markas serangan gerilya itu terdapat di Go’a Selarong.
Sedangkan strategi Belanda adalah:
- Mengangkap kembali sultan Sepuh (HB II) menjadi sultan Mataram.
- Membentuk pasukan kontra gerilya yang anggotanya adalah orang Indonesia sendiri yang telah berkianat dengan bayaran.
- Menjalankan Devide Et Intera kepada anak buah Pangeran Diponegoro dan dengan mengimingi hadiah bagi yang dapat menangkap Pangeran Diponegoro hidup atau mati.
- Menjalankan siasat benteng stelsel. Yaitu dengan cara mendirikan benteng-benteng di setiap daerah yang telah dikuasai dan jalan-jalan yang menghubungkan antar benteng tersebut sehingga wilayah gerilya Pangeran Diponegoro semakin sempit.
4. Tokoh-tokoh.
1. Dari rakyat Indonesia.
Pangeran Diponegoro, Pangeran Suryo Atmojo, Adipati Kertodirjo, Pangeran Serang, Karto Pengalasan, Pangeran Suryo Mataram, Aryo Prangwadono, Pangeran Notoprojo, Sentot Alibasah Prawirodirjo, Pangeran Joyokusumo, Arya papak, dan Kiyai Mojo.
2. Dari pihak kolonial.
Gubernur jenderal Van der Capelen dan Jenderal De Kock.
5. Medan pertempuran.
Yaitu di daerah Jawa tengah dan timur yang diantaranya Pacitan, Purwodadi, Banyumas, Pekalongan, Semarang, Rembang, dan Madiun.
6. Akhir perang.
Karena telah banyaknya pengikut P. Diponegoro yang menyerah dan menyusutnya kekuataan, akhirnya P. Diponegoro bersedia untuk berunding dengan Belanda di Rumah Residen Kedua pada tanggal 28 Maret 1830. Pada tawaran itu, Belanda berjanji jika perundingan gagal maka P. Diponegoro dapat kembali ke medan perang. Tetapi Belanda mengingkarinya dan P. Diponegoro Ditangkap yang kemudian di buang ke Menado dan kemudian Makasar. Beliau wafat pada tanggal 8 Januari 1855 di Benteng Rooterdam Makasar.
7. Akibat perang.
a. Bidang politik.
- Kekuasaan dan wilayah kasultanan Yogyakarta dan kasultanan Solo menjadi berkurang.
- Dihapuskannya peraturan yang merugikan rakyat. Misalnya dihapuskannya gerbang cukai di Yogyakarta dan Solo.
b. Bidang Ekonomi.
Belanda memperoleh daerah Yogyakarta dan Solo yang kemudian dijadikan daerah tanam paksa.
c. Bidang sosial.
Adanya kerugian besar baik jiwa maupun harta yang kira-kira ada 8000 orang Belanda yang meninggal dan 7000 orang Jawa yang meninggal. Biaya yang dihabiskan tidak kurang dari 20.000.00,00 Gulden.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment