Harian Metro Tapanuli, 21 Mei 2011
Sejenak mengkilas balik sejarah di masa lebih dari seabad yang lalu, ada penginspirasian dari momen bersejarah di hari ini yang menyandangkan sebuah tema Hari Kebangkitan Nasional, hari disaat Indonesia menemukan titik balik dari perjuangannya demi cita-cita kemerdekaan! Munculnya gairah rakyat Indonesia dalam meraih kebebasan dikuatkan oleh daya Nasionalisme yang fenomenal, dimotori para cendekiawan, diindahkan oleh para masyarakat dan diperjuangkan bersama oleh Indonesia. Semangat persatuan dan kesatuan ini adalah modal dasar dalam melakukan suatu usaha besar yang mentransformasikan suasana keterjajahan ke suasana sengitnya perang hingga melahirkan sebuah suasana yang diidam-idamkan, Merdeka! 20 Mei 1908 adalah hari perintisan kebangkitan kesadaran atas kesatuan kebangsaan dan semangat nasioanlisme yang diilhamkan oleh tokoh pendidikan, Boedi Utomo dan kelompoknya. Bermula dari hari ini, gencar perjuangan panjang Bangsa Indonesia melawan penjajah dilakukan hingga berpuncak pada proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Imprealisme dan Kolonialisme yang mewabah dan menjangkit rakyat Indonesia pun dihapuskan, Pemerintahan Indonesia tegak dengan prakarsa rakyatnya sendiri tanpa ada lagi dera dan siksa.
Keberhasilan ini sudah berusia hampir 66 tahun, usia humanis yang renta. Namun ironisnya kita memang seperti menua layaknya sebuah fisik manusia. Daya kita menurun drastis malah kita berpenyakit kronis dengan seribu satu masalah yang melanda negara kita. Indonesia malah tersungkur kembali, Indonesia tersungkur jatuh dan tak berdaya di era yang menuntut kekompetitifan dipersaingan globalisasi seperti saat ini.
Hari kebangkitan nasional, hanya sebatas hari untuk kenangan saja. Kita hanya bisa mengenang tanpa bisa berinisiatif untuk berbuat. Kita saat ini hanya mengingat perjuangan rakyat Indonesia berperang menumbalkan diri melawan penjajah, kita mengenangnya dengan seremonial mewah yang tenang dan damai di masa kemerdekaan ini. Kita sudah sadar tapi minim kepedulian saat mengetahui sajian kemerdekaan ini sudah dihinggapi jamur penjajahan secara tak langsung. Akhirnya Indonesia pun terinfeksi dengan berbagai macam pertikaian dan kerusakannya. Kita menyia-nyiakan 66 tahun kemerdekaan kita dengan sikap berleha-leha yang berbuah keterjajahan untuk kesekian kalinya.
Dimasa ini, rakyat Indonesia mengeluhkan keadaan negaranya, sikap pesimis hadir dengan tanda Tanya besar “Masih adakah manusia yang benar-benar baik di Indonesia?”.
karena predikat “Manusia Baik” saja tak cukup mampu untuk memperbaiki keadaan negeri ini, kita membutuhkan manusia yang “benar-benar baik” agar kebaikan itu berlipat ganda dan tak ada lagi celah untuk berbuat hal yang tidak baik Manusia yang baik, sudah banyak. Kebaikan yang hanya dari satu sisi, tapi ada juga keburukan disisi lainnya. Sementara manusia yang diharapkan dituntut sempurna dengan mempunyai 2 sisi kebaikan yang menjamin dirinya, kebaikan Pemikiran dan Mental!
karena predikat “Manusia Baik” saja tak cukup mampu untuk memperbaiki keadaan negeri ini, kita membutuhkan manusia yang “benar-benar baik” agar kebaikan itu berlipat ganda dan tak ada lagi celah untuk berbuat hal yang tidak baik Manusia yang baik, sudah banyak. Kebaikan yang hanya dari satu sisi, tapi ada juga keburukan disisi lainnya. Sementara manusia yang diharapkan dituntut sempurna dengan mempunyai 2 sisi kebaikan yang menjamin dirinya, kebaikan Pemikiran dan Mental!
Keluhan ini kesankan adanya kebutuhan urgen bagi seluruh rakyat Indonesia akan hadirnya sosok-sosok cendekiawan yang diharapkan mampu mengangkat Indonesia kembali dari keterpurukannya. Hal serupa yang dilakukan para cendekiawan muda di 103 tahun lalu! Hari Kebangkitan Nasional yang dulu mereka prakarsai telah rubuh, dan sekarang tinggal kenangan dengan bukit bahwa Indonesia kembali jatuh dalam “keterjajahan”. Saat ini, upaya “Kebangkitan Nasional Kembali” membutuhkan seorang pahlawan dengan kebaikan gandanya untuk menarik Indonesia yang lumpuh menjadi bergairah kembali dan kembali ke orbit kebaikannya. Masih adakah? Indonesia sangat merindukan Jiwa tokoh-tokohnya yang dulu mampu melakukan hal itu
Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tahunnya, diharapkan memang dihayati karena adanya kebangkitan yang juga berkesinambungan dari tahun ke tahun. Untuk apa kita menghayati hari kebangkitan kita yang 103 tahun yang lalu sementara saat ini kita melarat dan tidak dalam keadaan bangkit? Saat ini kita tidak diposisi yang layak untuk menghayati, tapi kita ada diposisi yang layak memperjuangkan kembali! Hadirlah, para Inspirator Indonesia dan perjuangkanlah perbaikan Indonesia! Sadarlah, para Koruptor Indonesia dan kembalikan harta Indonesia! Pergilah, para provokator Indonesia dan menjauhlah dari ranah Indonesia! Bangkitlah, para rakyat Indonesia dan mari bersama bangkitkan kembali Indonesia. Inilah yang menjadi harapan besar bangsa.
Kiranya Hari Kebangkitan Nasional ini membawa semangat baru bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga untuk tahun selanjutnya, Hari Kebangkitan ini lebih khidmat kita hayati dan nikmati dengan sejatinya.
Irfan Arhamsyah Sihotang
No comments:
Post a Comment