Thursday, February 24, 2011
Nurdin dan Politisasi PSSI
Repotnya menggeser Nurdin. Ketua umum mulai zaman baheula sampai ‘baheuli’ itu tak lengser-lengser. Zaman indah memimpin. Masuk penjara ‘menggerakkan’ dari bui. Dan sekarang ‘diobrak-obrak’ pun tetap kukuh tak mau diganti.
Rekam jejak sang ketum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) itu nabrak banyak persoalan. Dari sisi Undang-Undang terbilang menyimpang. Dan dari sisi etika serta moral, selayaknya tidak perlu ‘diteriaki’ harus sudah undur diri. Ini belum kalau dipertalikan dengan gengsi sebuah organisasi.
Tapi itulah yang terjadi. Nurdin tetap memimpin. Berkali-kali pertemuan yang digelar PSSI tetap mengukuhkannya. Akhirnya tidak cuma pribadi Nurdin yang dianggap ‘ndablek’, tetapi juga institusi sepak bola ini.
Aib itu (ketidaksukaan yang dipelihara), kian jauh berkembang. Setelah gelaran piala Suzuki AFF yang finalnya mempertemukan Indonesia dan Malaysia, Nurdin dengan gagah bilang, bahwa sukses itu berkat Partai Golkar. Ini implisit ‘diamini’ Ketum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang tidak menyangkalnya.
Akibat itu, aib ini bak bola salju. Tebaran tidak sekadar di pribadi Nurdin dan PSSI, tetapi juga merambat pada Partai Beringin. Dan spekulasi yang berkembang pun membulat, Nurdin ‘ngotot’ di PSSI dan kuat menjaga posisinya karena didukung Partai Golkar. Partai ini pun otomatis dicap sebagai ‘pendorong’ sikap ndablek.
Sekarang ini, ya atau ya, semua orang akan bilang keruwetan PSSI akibat Nurdin yang didukung Partai Golkar. Itu pangkal pengurusnya disindir tak mau minggir. Dicibir dianggap ekstra pudding. Digebrak, penggebraknya balik dituding. Malah prestasi minor pun bukan alasan untuk cabut sebagai ketum.
Terlalu lama memang PSSI diurus orang itu-itu saja. Saking lamanya sampai ada yang berasumsi PSSI itu sudah ‘dinotariskan’ menjadi badan usaha. Usaha yang diurus pengurus. Sahamnya dipegang pengurus. Dibagi-bagi pengurus. Dividen dinikmati bareng-bareng. Dan ‘pasti’ untung karena ‘dibiayai’ pemerintah. Nurdin Halid adalah pemegang saham mayoritas.
Kalau benar begitu, maka dia tak akan bisa diganti. Kata dalang, kopat-kapito koyok ulo tapak angin. Jungkir balik kayak ular sakti di udara, tak bakalan Nurdin bisa digeser. Sebab PSSI itu ‘perusahaan pribadi’. Mau diapakan saja tergantung yang punya, yaitu Nurdin Halid dan kawan-kawan.
Patut diduga seperti itu karena sulitnya untuk merombak tatanan yang sudah tak disukai di mana-mana ini. Dari pertemuan ke pertemuan ‘disetting’ agar pengurus tetap yang ada, dan itu mencolok sejauh dari laporan yang disampaikan media.
Dan mendekati kongres PSSI hari-hari ini, tim verifikasi ternyata ‘sejalan’ dengan Nurdin Halid. George Toisutta dan Arifin Panigoro dinyatakan tidak lolos. Mereka bukan ‘orang bola’, dan kalaulah orang bola, belum memenuhi syarat ‘umur’.
Dari empat calon ketua umum PSSI itu hanya dua yang lolos. Selain Nurdin Halid, satu lagi adalah Nirwan Bakrie. Memang betul yang terakhir ini pecinta bola dan sebagai wakil Nurdin di PSSI. Namun karena ucapan Nurdin ‘meng-Golkar-kan’ PSSI dan kebetulan Nirwan adalah adik Ical Ketum Partai Golkar, maka sinyal rakyat tepat sasaran. Aburizal Bakrie, dan tentu, Partai Golkar ada di belakang ‘kekisruhan’ institusi sepak bola ini.
Di detik-detik terakhir ini, Menpora Andi Mallarangeng mulai bicara atas nama pemerintah. Dia menyoal tidak lolosnya George Toisutta dan Arifin Panigoro. Untuk itu Andi mendesak komisi banding mengubah hasil verifikasi. Adakah ini akan berhasil menggeser Nurdin Halid?
Rasanya Nurdin akan tergeser. Tapi lengsernya Nurdin sebagai Ketum PSSI nanti akan membawa luka. Kebesaran Partai Golkar ikut ternodai. Biarpun agak sedikit terobati jika Nirwan yang sibuk itu jadi dan mengakomodasi George Toisutta. Apa benar begitu?
PSSI memang bukan partai politik. Bagi yang berpolitik di sini butuh kemasan untuk mengesankan fair-play. ‘Mempolitisirnya’ juga perlu kecanggihan, agar rekayasa tidak tampil telanjang sebagai ‘cara menguasai’, tapi hadir sebagai ‘strategi’ mens sana in corpore sano. Hanya sayang, kemampuan terakhir ini sekarang mulai hilang dari Partai Golkar.
Djoko Suud Sukahar Budayawan, tinggal di Jakarta
Sumber: detiknews.com
Labels:
Opini
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment