Keris terbagi menjadi tiga bagian utama, yakni bilah (wilahan), ganja, dan pesi. Sebagian buku kuno menyebutkan, bilah keris adalah lambang dari bentuk lingga (phallus) atau alat kelamin pria, ganja keris adalah lambang dari yoni, yakni alat kelamin perempuan. Sedangkan pesi adalah pemersatu antara lingga dan yoni. Menurut filsafat kuno, persatuan antara lingga dan yoni melambangkan kesuburan, kesinambungan, dan kekuatan.
BILAH keris atau wilah, atau wilahan, juga terbagi menjadi tiga bagian, yakni bagian pucuk, tengah atau awak-awak, dan bagian sor-soran atau bongkot. Ricikan atau komponen keris hampir seluruhnya menempai bagian sor-soran keris ini.
BILAH keris atau wilah, atau wilahan, juga terbagi menjadi tiga bagian, yakni bagian pucuk, tengah atau awak-awak, dan bagian sor-soran atau bongkot. Ricikan atau komponen keris hampir seluruhnya menempai bagian sor-soran keris ini.
Di Palembang, Riau, Malaysia, dan Brunei wilahan disebut awak keris.
Panjang bilah keris yang normal, maksudnya keris Jawa, berkisar antara 33 sampai 37 cm, dan lebar ganjanya antara 8,5 cm bagian paling bawah dan sekitar 4 cm di bagian tengahnya.
Di tengah bilah, membujur dari atas ke bawah, kadang kadang memakai ada-ada semacam tulangan penguat.
Bentuk permukaan wilahan keris ada lima macam. Yang memakai ada-ada ada tiga macam, yaitu yang nggigir sapi atau nggigir lembu; yang ngadal meteng, dan yang ngeruwing. Sedangkan yang tidak memakai ada-ada, ada dua macam. Pertama adalah yang nglimpa, dan kedua yang rata.
Dilihat dari konturnya atau bentuk keseluruhannya, wilahan terbagi atas tiga macam, yakni yang mbambang atau nilam upih atau anggodong pohung, yang mucuk bung, dan yang nyujen.
Sedangkan di tinjau dari kemiringan posisi bilahnya terhadap garis ganja, dibagi tiga macam, yaitu yang condong, yang leleh, dan yang mayat.
Yang leleh lebih miring ketimbang yang condong. Sedangkan bilah keris yang mayat, adalah yang miring sekali.
GANJA adalah bagian bawah dari sebilah keris, seolah-olah merupakan alas atau dasar dari bilah keris itu. Pada tengah ganja, ada lubang untuk memasukkan bagian pesi. Bagian bilah dan bagian ganja dari sebilah keris, merupakan kesatuan yang tak boleh dipisahkan. Beberapa pengamat budaya keris mengatakan bahwa bagian-bagian itu melambangkan kesatuan lingga dan yoni. Bagian ganja mewakili lambang yoni, sedangkan bagian bilah keris melambangkan lingganya. Dalam budaya lama, persatuan antara lingga dan yoni merupakan lambang kesuburan, kesinambungan, dan keabadian.
Bentuknya ganja sepintas lalu mirip dengan bentuk tubuh cecak atau tokek tanpa kaki. Bagian depannya mirip kepala cecak dan disebut sirah (kepala) cecak. Ujung sirah cecak, pada bagian yang agak meruncing, disebut cocor. Di belakang Sirah cecak ada bagian ganja yang menyempit seperti leher, lazim disebut gulu meled.
Begitu pula bagian perut dan ekor ganja, sebutannya selalu dikaitkan dengan bagian tubuh cecak. Bagian 'perut' ganja disebut wetengan, waduk, atau gendok, sedang bagian 'ekor' disebut buntut cecak.
Bentuknya ganja sepintas lalu mirip dengan bentuk tubuh cecak atau tokek tanpa kaki. Bagian depannya mirip kepala cecak dan disebut sirah (kepala) cecak. Ujung sirah cecak, pada bagian yang agak meruncing, disebut cocor. Di belakang Sirah cecak ada bagian ganja yang menyempit seperti leher, lazim disebut gulu meled.
Begitu pula bagian perut dan ekor ganja, sebutannya selalu dikaitkan dengan bagian tubuh cecak. Bagian 'perut' ganja disebut wetengan, waduk, atau gendok, sedang bagian 'ekor' disebut buntut cecak.
Tepat di tengah waduk, ada lobang bergaris tengah kira-kira 0,8 cm untuk jalan masuknya pesi keris. Pada keris buatan Palembang, lubang pesi ini lebih lebar, yakni sekitar 1 cm. Lubang ini, di arah endas cecak dan arah kepet, terdapat alur kecil, sebesar jarum, untuk tempat lalunya pantek atau sindik, yang membuat ganja itu rapat dengan pesinya.
Pada keris-keris jenis nom-noman pada bagian belakang ganjanya, persis di bawah wadidang, kadang-kadang dibuat tungkakan.
Ragam bentuk ganja ada beberapa macam, yakni ganja Sebit Rontal, Mbatok Mengkurep, Wuwung, Wilut (Welut), Dungkul, Sepang, dan Kelap Lintah. Ganja wuwung adalah bentuk ganja yang paling tua. Keris-keris tangguh Segaluh, Pajajaran, dan Tuban kebanyakan memakai ganja wuwung.
Di Bali orang membagi ganja menurut ragam bentuknya, ganja leser, ganja celeg, ganja dungkul, dan ganja ombak-ombakan.
Ragam bentuk ganja itu tidak menentukan nama dapur sesuatu keris, tetapi menjadi pertimbangan untuk menentukan tangguh-nya. Jadi, sebuah keris berdapur Pasopati, misalnya, bisa memakai ganja wuwung, bisa ganja yang mbatok mengkureb, atau wilut.
Ragam bentuk ganja itu tidak menentukan nama dapur sesuatu keris, tetapi menjadi pertimbangan untuk menentukan tangguh-nya. Jadi, sebuah keris berdapur Pasopati, misalnya, bisa memakai ganja wuwung, bisa ganja yang mbatok mengkureb, atau wilut.
Tetapi sebuah keris berdapur Tilam Upih, misalnya, kalau memakai ganja wuwung, bisa diperkirakan keris itu tergolong tangguh tua. Mungkin tangguh Pajajaran, mungkin Tuban. Dan, kalau ganjanya kelap lintah, itu tidak mungkin keris tangguh Pajajaran, atau Tuban.
Di Semenanjung Melayu, Brunei, Serawak, dan Sabah Serta Riau, sebagian pecinta keris menyebut ganja dengan istilah aring. Sedangkan bentuk ganja yang berombak disana disebut atikasana. Sedangkan ganja yang meruncing cocornya disebut aring sikunyir. Namun mereka yang sering membaca buku-buku keris terbitan Indonesia, pada akhirnya tetap menyebutnya dengan istilah ganja.
Pada keris-keris yang mewah, keris yang diberi hiasan kinatah emas, misalnya, bagian ganjanya pun juga diberi hiasan kinatah emas, biasanya dengan pola hias lung-lungan. Ada yang di-kinatah kaligrafi. Bahkan ada ganja yang dihias dengan intan atau berlian yang ditanam di ganja itu.
Di Semenanjung Melayu, Brunei, Serawak, dan Sabah Serta Riau, sebagian pecinta keris menyebut ganja dengan istilah aring. Sedangkan bentuk ganja yang berombak disana disebut atikasana. Sedangkan ganja yang meruncing cocornya disebut aring sikunyir. Namun mereka yang sering membaca buku-buku keris terbitan Indonesia, pada akhirnya tetap menyebutnya dengan istilah ganja.
Pada keris-keris yang mewah, keris yang diberi hiasan kinatah emas, misalnya, bagian ganjanya pun juga diberi hiasan kinatah emas, biasanya dengan pola hias lung-lungan. Ada yang di-kinatah kaligrafi. Bahkan ada ganja yang dihias dengan intan atau berlian yang ditanam di ganja itu.
Selanjutnya mengenai ricikan keris yang disebut Kembang Kacang dan Greneng.
KEMBANG KACANG, atau telale gajah, atau Sekar Kacang adalah nama bagian yang bentuknya. Di Semenanjung Malaya, Brunei, Serawak, Sabah, dan Palembang, Pontianak, serta Riau, bagian ini disebut belalai gajah.
Kembang kacang, yang termasuk salah satu ricikan keris, ini selalu menempel pada bagian atas dan bagian atas dari bagian gandik, pada bagian depan sor-soran. Di bawah ketiak kembang kacang biasanya terdapat jalen. Di bawahnya sering kali terdapat lambe gajah dan jalu memet.
Tidak semua keris mempunyai kembang kacang. Banyak juga yang tidak. Keris yang tidak memakai kembang kacang disebut keris ber-gandik polos, atau ber-gandik lugas.
Walaupun secara umum bentuknya sama, tetapi kembang kacang mempunyai cukup banyak variasi bentuk, yaitu Nguku Bima,Pogok, Gula Milir, Malik atau Kuwalik, Bungkem, Nyunti atau Nggelung Wayang, dan Gatra. Kembang kacang yang patah atau putus, biasanya disebut pugut.
Dalam sejarah perkerisan, ricikan kembang kacang baru ada setelah zaman Segaluh, dan baru sempurna bentuknya pada keris-keris tangguh Jenggala. Keris tangguh Buda tidak ada yang memakai kembang kacang.
Keris-keris buatan Riau Kepulauan dan Semenanjung Malaya pun mempunyai beberapa ragam bentuk kembang kacang. Di sana, ragam bentuk kembang kacang yang disebut belalai gajah, ragam bentuknya terbagi atas: Saing, Kuku Ala, dan Lidah Tiang.
Selain itu, walau pun bentuk dasarnya sama, kembang kacang daerah satu tidak sama bentuknya dengan daerah satu dengan lainya.
Sumber: Java Keris
No comments:
Post a Comment